Monday, November 8, 2010

APAKAH KAMU AR-RIJAAL / LELAKI SEJATI?

oleh: fatma elly

ORANG SELALU BICARA TENTANG PEREMPUAN. Bagaimana menasehatinya, agar bertingkah laku baik. Berakhlak karimah. Tentu saja aku menyetujuinya.100%. Bukankah agama itu nasehat. Dan juga akhlak yang baik? Dan bagaimana pula Rasul shalallahu ‘alahi wassallam., memerintahkan untuk berwasiat kepada perempuan dengan baik-baik? Sebagaimana gambaran petikan hadis dari Ibnu Majah dan Tarmidzi itu?

Dan memang perempuan sebagai belahan dari kaum pria, haruslah berakhlak mulia.



NAMUN, satu hal yang ingin dibicarakan di sini, betapa kurang pembicaraan tentang lelaki. Padahal ia begitu sangat pentingnya untuk ikut pula dibicarakan dan diperbincangkan. Bukankah ia adalah seorang pemimpin? Bahkan bukan hanya sebagai pemimpin keluarga, perempuan, tapi juga pemimpin umat?



Sebagaimana yang dilukiskan dan digambarkan ayat-ayat ini:



“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka………..” (QS 4:34)



LALU lihatlah, bagaimana Allah telah menciptakan Adam as. sebagai khalifah di muka bumi:



“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi………….” (QS 2:30)



Lihatlah pula bagaimana para Rasul dan Nabi ‘alaihissalam itu terdiri dari para kaum lelaki:



“Kami (Allah) tidak pernah mengutus rasul yang sebelummu (Muhammad) melainkan orang-orang lelaki yang Kami berikan wahyu kepada mereka itu.” (QS 21:7)



Begitu pula para pemimpin. Sebagaimana Adam as. sebagai khalifah, maka kaum lelaki juga memegang estafet kepemimpinan:



“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (QS 21:73)



MALAH, pada mereka, sebagai khalifah dan pemimpin tersebut, dipikulkan amanat untuk memakmurkan bumi:



“…………………………………… Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya……………..” (QS 11:61)



Sebagai pemimpin, iapun harus bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.



“Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam, (kepala pemeritahan/Negara), pemimpin dan bertanggung-jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung-jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin dan bertanggung-jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertangung-jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung-jawab atas penggunaan harta ayahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)



KARENA fokus pembicaraan tentang lelaki, maka titik tujunya pun pada kepemimpinan lelaki. Baik di eselon tertinggi sebagai kepala Negara atau pemerintahan terhadap rakyatnya, maupun di hierarki selanjutnya sebagai kepala keluarga, terhadap anak istrinya.



MELIHAT HAL ini, tentu kedudukan para lelaki ini sangatlah penting sekali. Urgen! Sebagai wakil Allah di muka bumi dan sebagai pemimpin untuk memakmurkan dan mensejahterakan mereka yang dipimpinnya lahir maupun batin. Dunia ataupun akhirat.



Tentu saja kepemimpinan seperti itu, kita dapati contoh terbaik nya di zaman tokoh ideal, contoh teladan yang baik, yaitu pada diri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam..



Ini kita dapati pada informasi al Qur’an:



“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS 33:21)



Sehingga rakyat, masyarakat/umat yang dipimpinnya dinyatakan sebagai umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Umat yang adil dan pilihan, yang menjadi saksi atas perbuatan manusia, dan Rasul menjadi saksi atas perbuatan umatnya.



“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…………” (QS 3:110)



“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (pebuatan) kamu…….. “ (QS 2;143)



DEMIKIANLAH. Terdapatlah suatu umat yang menjadi model ideal untuk segala zaman!

Ini tidak hanya berdasarkan informasi Al Qur’an yang datangnya dari Allah sebagai pemilik kebenaran: (QS 2:147, QS 181,29, QS 5:48, dsbnya) tapi juga berdasarkan sejarah, yang datangnya dari manusia. Misalnya:

“Sebaik-baik umatku adalah pada abadku ini, kemudian yang sesudahnya dan yang sesudahnya……………….” (HR. Attirmidzi)



Kedua informasi ini adalah sesuatu yang diepercayai dan diyakini oleh orang-orang yang beriman. Ia datang melalui Al Quran dan Hadis yang dipercayai. Tapi belum tentu, dan tidak dipercayai, bagi yang lainnya. Kaum kafir atau mereka yang ragu-ragu, yang dihatinya ada berbagai penyakit. Yang gambarannya dapat kita temui pada Al Qur’an. Misalnya QS 2:8-20).



Tidak hanya dari kedua sumber tersebut kita melihat bagaimana baik dan adilnya masyarakat pada waktu itu, dalam kepemimpinan Rasul SAW., tapi juga melalui sejarah atau penyaksian manusia lainnya. Misalnya, bahkan dari kalangan Orientalis. Mereka yang melakukan kerja spesialisasi dalam bidang ilmu-ilmu keTimuran. Baik dari segi kepercayaan/agama, sejarah, budaya, bahasa dan lain-lainnya. Yang kemudian lebih menjurus kepada kepercaaan agama, yaitu Islam. Lahir di sekitar abad 18, di Barat. Tetapi kemudian ternyata, kadang memberi informasi yang keliru dan mengelirukan, hingga mendatangkan kerancuan bagi pemikiran sebahagian umat Islam atas kajian yang dilakukannya yang berkenaan dengan ilmu-ilmu keislaman, diri Rasul-Nya SAW..dan lain-lain.



Namun, karena sebahagian dari mereka, para orientalis tersebut, ada yang jujur, bahkan kemudian masuk islam di atas penelitian, pengkajian dan pembelajarannya itu, maka sebaiknya kita mengambil juga informasi tersebut, sebagai penguat dasar informasi Al Qur’an dan Al-Sunnah. Antara lain dari:



1) Gustave Lebon. 1841-1931. Terkenal sebagai ahli filsafat dan ilmu kemasyarakatan. Banyak karangannya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dalam bukunya “Al-Hayat”, ia menguraikan kelebihan-kelebihan Muhammad dan tentang bangsa Arab di Timur. Dalam halaman 43 ia mengatakan:



“Sesungguhnya Muhammad, meskipun ia dituduh dengan berbagai tuduhan yang keji, namun ia telah tampil dengan hikmah yang melimpah ruah. Bersikap lapang dada, murah hati terhadap ahli dzimmah (warga negara non muslim), dan telah membebaskan beberapa negara yang luas sekali dari cengkeraman Romawi dan Parsi, serta mengangkat derajat warganya di atas semua warga dunia.”



“Dia menyampaikan dakwahnya itu dengan amanat kepada berbagai kabilah pengembara yang sudah terbius menyembah batu dan berhala, yang sudah tergelincir ke dalam kebatilan jahiliah, lalu ia menghimpun barisan mereka yang berserakan dan mempersatukan tekad bulat mereka yang sudah terpecah belah. Kemudian ia mengarahkan pandangan mereka pada pengabdian kepada Al-Khaliq. Maka menjadilah ia manusia terbaik di seluruh jagat raya ini, kedudukan, kebangsaan, kepemimpinan dan kenabiannya……”



2) Bernard Shaw: 1817-1902. Konon ia menulis buku dengan judul “Muhammad”, yang telah dibakar oleh pemerintah Inggris. Di antara isinya ialah:





”Dunia sangat membutuhkan seorang yang berpikiran seperti Muhammad. Nabi ini telah menempatkan agamanya dalam tempat terhormat dan tersanjung. Ia merupakan agama terkuat untuk menggulung semua peradaban, kekal abadi untuk selama-lamanya. Aku melihat banyak di antara bangsaku yang telah menganut agama ini dengan sadar, dan aku yakin agama ini akan menemukan lahan subur dalam benua ini, yaitu Eropa.” Di salah satu pernyataan lain, ia mengatakan:



“Kalau dunia ini ingin selamat dari kejahatan-kejahatannya, maka cepat-cepatlah ia memeluk agama ini. Ia suatu agama perdamaian, gotong-royong dan agama keadilan di bawah naungan syariat yang berperadaban dan teratur rapi. Tidak ada masalah apapun di dunia ini, melainkan dilukiskan dan ditimbang dengan timbangan yang tidak mengenal salah sama sekali. Aku telah menyusun sebuah buku dengan judul “Muhammad”, namun begitu ia diterbitkan langsung dilarang penyebarannya karena tradisi Inggris.” (Muhammad Di Mata Cendekiawan Barat”, Asy Syaikh Khalil Yasien, Gema Insani Press, 1989) Juga mengenai orientalisme dan para orientalisnya dapat dibaca pada buku:"Kanapa Palestina; Renungan Seorang Ibu", Fatma Elly, Establitz, 2008.



MASIH BANYAK lagi mereka lainnya, yang menyatakan kebenaran tersebut. Namun disini kita cukupkan dua contoh saja.



ZAMAN dimana peran kepemimpinan dari kaum lelaki, yang patut menjadi contoh teladan, selain tentunya di zaman Rasul SAW. tersebut, terdapat pula pada pemerintahan sahabat. Yang kemudian diteruskan dengan pemerintahan lainnya, dari mereka laki-laki yang betul-betul bisa kita kategorikan sebagai pemimpin umat atau juga pemimpin keluarga. Ar-Rijaal.



SALAH SATU contoh yang patut dikemukakan di sini, adalah pada masa Umar bin Abdul Aziz.



Umar bin Abdul Aziz menduduki singgasana Khalifah hanya selama dua setengah tahun, setelah kebobrokan yang melanda bani Umaiyah. Beliau berhasil membuat rakyatnya menjadi kaya dan makmur. Sehingga orang ingin mengeluarkan zakat terpaksa mundar-mandir ke sana-sini mencari orang-orang yang patut menerimanya. Tetapi, tidak juga menemukan. Sehingga terpaksa pulang ke rumah, membawa kembali zakat yang hendak dibagi-bagikan.



Tidak hanya kekayaan secara material yang dimiliki rakyat kala itu, tapi juga kekayaan mental spritiual. Rata-rata rakyat hidup dalam kemakmuran yang merata. Secara seimbang, jasmani maupun rohaninya. Negara yang aman makmur secara lahir batin. Di bawah lindungan Tuhan.



Beliau berkata: “Tidak ada artinya bahagia kehidupan seseorang di dunia ini, selama ia kelak tidak beroleh kebahagiaan di sisi Allah. Di negeri yang kekal abadi!” . (lihat buku: “Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, K.H. Firdaus A. N., Publicita, 1977)



“Baldatun Thaiyibatun Wa Rabun Ghafur” (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”. (QS 34:15)



LALU SEKARANG yang jadi masalah, titik pangkal pembicaraan ini, apakah Ar-Rijaal seperti itu, masih ada, atau banyak terdapat di zaman seperti ini? bisa bertanggung-jawab sebagaimana mereka? bertanggung-jawab sesuai amanat yang telah diberikan dan mereka sepakat bersedia menerimanya? (lihat QS 33:72, QS 4:58, QS 4:34)

No comments:

Post a Comment